Sistem Drainase Buruk di Kota Memicu Banjir

BETARA.ID, Jambi – Pembangunan drainase di Kota Jambi yang tidak berwawasan lingkungan telah memicu banjir jika hujan turun. Selain itu pembangunan drainase tertutup diduga sebagai penyebab utama terjadinya banjir yang cukup luas. Faktanya di Kota Jambi, drainase yang tersumbat akibat material pasir, tanah, sampah, serta bangunan drainase tertutup yang dicor semen membuat air hujan langsung meluap ke jalan maupun permukiman warga.

“Kawasan peresapan air hujan di Kota Jambi semakin berkurang. Banyak drainase yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air (retarding pond) dan bantaran sungai kini menjadi trotoar dan jalur pedestrian, ini akhirnya menghalangi volume air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai,” kata Pengamat Sosial Ekonomi Perkotaan, Noviardi Ferzi di diskusi terpumpun dengan masyarakat (7/4/2022) kemarin.

Hal ini sering terlihat dari air yang meluap dari saluran drainase, baik di perkotaan maupun di permukiman pedesaan sehingga menimbulkan genangan air atau bahkan banjir. Hal itu terjadi karena selama ini drainase difungsikan untuk mengalirkan air hujan yang berupa limpasan (run-off) secepat-cepatnya ke penerima air/badan air terdekat.

Misalnya, selama ini ruas Jalan Pengeran Hidayat, Paal VI, Kotabaru, Kota Jambi tidak pernah banjir. Namun, sekarang, ruas jalan tersebut terendam banjir akibat luapan air hujan.

“Banjir di ruas jalan ini disebabkan drainase yang buruk, khususnya di sepanjang Jalan Pangeran Hidayat, Paal VI, Kota Jambi dan penyempitan sungai akibat pembangunan permukiman di belakang kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi Jambi, Jalan Pangeran Hidayat,” jelas Noviardi.

Wilayah yang dilanda banjir di kota itu, yakni Kecamatan Kotabaru, Alam Barajo, Jambi Timur, Jelutung dan Danau Sipin. Setidaknya, ada 22 kelurahan di Kota Jambi menjadi daerah rawan terjadi bencana banjir.Tentu saja yang paling mengalami kerugian akibat banjir adalah masyarakat.

Hanya saja, menurut Noviardi meski banjir, Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi dan dinas instansi terkait terkesan lamban menangani drainase di Kota Jambi ini. Jika drainase dibiarkan rusak dan tersumbat material pasir, batu dan sampah kondisi banjir dipastikan akan semakin parah di masa mendatang. “Apalagi saat ini banyak drainase dibangun secara tertutup di wilayah-wilayah dataran tinggi di Kota Jambi,” imbuhnya.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, Peneliti Ekonomi Perkotaan ini menilai Kota Jambi memerlukan sistem drainase yang berwawasan lingkungan dengan prinsip dasar mengendalikan kelebihan air permukaan sehingga dapat dialirkan secara terkendali dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini dimaksudkan agar konservasi air tanah dapat berlangsung dengan baik dan dimensi sarana drainase dapat lebih efektif dan efisien.

“Kota Jambi butuh drainase berwawasan lingkungan, bukan drainase yang beralih fungsi sebagai tempat selfie foto – foto, jadi pemkot jangan gagal faham akan masalah ini,” tegasnya.

Karena beranjak dari persoalan yang ada Noviardi menambahkan mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas menahan air hujan terlebih dahulu ke dalam tanah sebelum dialirkan ke aliran sungai sesuai dengan kaidah konservasi dan keseimbangan lingkungan. Bukan malah membeton drainase yang ada, inilah kesalahan paradigma Pemkot yang harus segera dirubah dalam membangun drainase.

“Prinsip konsep Ekodrainase ini yaitu air hujan yang jatuh ditahan dulu agar lebih banyak yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan, baik buatan maupun alamiah seperti kolam tandon, sumur-sumur resapan, biopori, dan lain-lain. Hal ini dilakukan mengingat semakin minimnya persediaan air tanah dan tingginya tingkat pengambilan air,” tandasnya. (Fey)

Komentar