Falsafah Jawa Tentang Kehidupan

Oleh: Sigit Eko Yuwono

Filosofi Jawa dipercaya memiliki makna yang mendalam bagi kehidupan. Sebab, masyarakat Jawa yang memiliki budi bahasa dan tutur kata yang baik membuat banyak orang lantas menjadikannya sebagai salah satu pedoman hidup.

Sebagai orang Jawa tidaklah elok apabila kita tidak tahu filosofi jawa. Dalam berfilosofi, orang Jawa seringkali menggunakan unen-unen untuk menata hidup manusia. Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan, “Wong Jowo sing ora njawani”.

Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan.

Sejak dulu masyarakat Jawa mengenal adanya istilah kelangenan atau kegemaran yang menandakan seorang pria dianggap sebagai satria. Kelangenan bisa dijadikan simbol status sosial seseorang pria Jawa. Orang yang memiliki kelangenan rela melakukan apapun bahkan menghabiskan uang berapapun untuk bisa meraih kelangenannya itu.

Sugeng rawuh kadang kinasih akarasa. Petualangan abadi seorang pria dari masa ke masa pada akhirnya mengerucut pada kategori paling sederhana, pria ingin dikagumi. Standarnya, minimal berkumis, berotot dan yang tak kalah penting adalah rekeningnya gendut. Benar demikian bapak-bapak? Rasah sungkan untuk bilang ‘iya’.

Budaya Jawa yang patrilineal dan cenderung mengedepankan sosok pria memang masih kental dan cenderung bertahan ditengah wacana kesetaraan gender. Meski sudah mulai ditinggalkan yang secara sadar atau tidak, kita masih mengukur standar kesuksesan duniawinya pada falsafah warisan ini. Meski sebenarnya juga falsafah yang menjadi standar lelaki sejati pada masa itu lebih ditujukan pada golongan raja-raja atau priyayi.

Dalam falsafah Jawa, ada lima tanda lelaki sejati. ‘Limo perkoro kanggo joko merdeko yaiku; wismo, garwo, turonggo, curigo, lan kukilo’. Dalam terjemah bahasa Indonesia bebas, kurang lebih ”Lima hal untuk lelaki sejati adalah: rumah, istri, kuda, senjata, dan burung.” Jika kalimat tersebut diartikan secara tekstual pasti akan kebingungan.

Kesempurnaan Hidup Pria Jawa itu bisa di artikan sebagai berikut :Wismo (rumah tinggal properti)
Bisa mempunyai rumah tinggal, otomatis sudah mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang mapan dan sudah tidak lagi nebeng dengan orang tua.

1. Wismo (rumah tinggal properti)

Bisa mempunyai rumah tinggal, otomatis sudah mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang mapan dan sudah tidak lagi nebeng dengan orang tua.

2. Wanito (wanita pendamping/ istri/ pasangan hidup)

Pria sejati pasti mempunyai pendamping pasangan. Hidup seorang Pria tidak akan lengkap tanpa kehadiran seorang wanita dalam hatinya.

3. Turonggo (tunggangan/ kendaraan)

Zaman dulu adalah kuda, zaman sekarang adalah mobil dan motor. Turonggo (tunggangan) juga akan melambangkan karakter sesungguhnya dari si penunggang.

4. Kukilo (hobi kesenangan)

Hobi salah satu pelengkap dalam hidup, karena setiap orang pasti mempunya titik jenuh dalam hidupnya dan hobi adalah salah satu pelampiasan untuk kembali menemukan energi dan semangat baru.

5. Curigo (kesepuhan/ keahlian khusus)

Curigo merupakan salah 1 pembeda Kita dengan yang lain dalam bentuk skill/ keahlian khusus yang menujukkan kehebatan dan keahlian masing- masing.

(Penulis merupakan Pemerhati Budaya, Tinggal di Jambi)

Komentar

News Feed