Muhasabah: Catatan Akhir Tahun

 

Amri Ikhsan
(Foto: Dok Amri Ikhsan)

Oleh: Amri Ikhsan

Waktunya, diakhir tahun, kita  melakukan refleksi diri (muhasabah)  terhadap pekerjaan yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang punya waktu untuk bermuhasabah. 

Dengan melaksanakan muhasabah, kita akan selalu menggunakan setiap waktu dari detik, menit, jam dan harinya dengan sempurna demi melakukan yang terbaik untuk diri dan orang lain.

Dengan melakukan muhasabah diri, kita akan membuka hati, pikiran dan menyadari segala dosa. Setelah itu, kita  akan bertaubat dan tak mengulangi kesalahan. Sebab taubat adalah bentuk sebuah penyesalan. Taubat mengandung makna meninggalkan dosa-dosa, baik kecil (al-Shaghair) apalagi besar (al-kabair) disertai penyesalan yang mendalam(Al-Gazali).  Muhasabah diri akan menjauhkan dari sikap merasa paling suci, paling benar, menjauhkan diri dari sifat sombong.

Muhasabah bisa dilakukan dengan mengamati diri sendiri, mulai dari sikap dan perbuatan yang dilakukan kepada diri sendiri dan kepada orang lain. Muhasabah perlu juga dilakukan dengan membuka kembali media sosial kita untuk mengecek ‘tuturan’ yang menyinggung, menyakiti orang lain. Baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak.

Muhasabah bukan berdiri sendiri tapi ditidaklanjuti dengan bertaubat. Ini perlu dilakukan agar seluruh kesalahan yang telah kita perbuat dapat diampuni. Diyakini, dengan muhasabah menuntun kita menjadi orang yang jauh lebih baik, lebih bersahabat, humanis dan santun. Bertaubat mesti diikuti dengan menambah perbuatan perbuatan baik  dalam diri kita yang belum dilakukan sebelumnya. 

Dalam menjalani kehidupan, dalam bergaul dikehidupan nyata maupun berkomunikasi di dunia maya,  tentu kita tidak akan lepas dari kesalahan, kekhilafan. Di dunia maya, kita sering salah sangka, emosional membaca ‘status’, berkomunikasi tidak santun. Tidak dipungkiri, kita sering sombong, iri, dengki, mau menang sendiri, membangga banggakan diri yang kadang karang menyelisihi kebenaran. Oleh karenanya, seiring waktu, tidak ada salhnya bila detik ini kita mulai introspeksi (muhasabah) atas segala perilaku dan pemikiran yang dimiliki, sehingga termotivasi untuk memperbaiki diri.

Tidak jarang kita tidak mampu mengontrol hawa nafsu dan memaksakan pendapat karena ‘ngotot’ meyakini sesuatu dan tidak mau menerima koreksi. Kadang kadang, kita membenci orang tidak sependapat dengan kita, kita tidak suka dengan orang yang berbeda pilihan dengan kita. Perbedaan membuat hubungan silaturrahmi menjadi terganggu. Tidak berlebihan, pada waktu itu kita keliru menilai seseorang. 

Muhasabah (instropeksi diri) sebagai kunci pertama dari kesuksesan meningkatkan kualitas diri dengan selalu mengambil hikmah dari setiap sesuatu yang terjadi dalam diri kita. Karena hidup di dunia merupakan rangkaian dari sebuah planning dan misi besar seorang hamba, yaitu menggapai keridhaanNya. Dan dalam menjalankan misi tersebut, seseorang tentunya harus memiliki visi (ghayah), perencanaan (ahdaf), strategi (takhtith), pelaksanaan (tatbiq) dan evaluasi (muhasabah). (dakwatuna.com). 

Bagi guru, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya. Pentingnya kemampuan melakukan refleksi (muhasabah) merupakan kunci keberhasilan proses pembelajaran. Ada kesalahpahaman dan kesalahrasaan guru terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Guru sering merasa telah bekerja maksimal, sudah membuat yang terbaik tetapi banyak pihak berkata lain (gagal). Untuk itu, harus ada nuansa religius dalam meningkatkan kinerja dan martabat para guru.

Muhasabah professional dimaksudkan untuk memberikan nuansa religiusitas kepada pekerjaan yang ditekuni. Pertama, disadari atau tidak, mengajar adalah ibadah. Bagi guru, mengajar adalah mu’amalah yang secara otomatis melekat kepada kegiatan mencari penghidupan. Kedua, agama menjanjikan imbalan yang paling berharga bagi segala upaya manusia dalam kehidupannya didunia ini. Para guru diharapkan bukan hanya termotivasi untuk melakukan refleksi atas kinerja tugasnya, tapi juga diniatkan untuk menggapai ridho Allah.

Muhasabah professional merupakan kunci pembelajaran efektif (Suherdi, 2007). Banyak guru yang menyandarkan pemecahan  masalah masalah kelas kepada kekuatan kekuatan luar. Mereka menganggap bahwa diklat, lokakarya, seminar, dll. dapat memberi jawaban atas masalah masalah itu. Ada juga yang mengharapkan resep resep pedagogis para ahli yang dapat menjadi solusi. 

Jarang sekali guru berkeyakinan bahwa kreativitas yang didasarkan atas pengenalan secara rinci tugas guru justru merupakan kunci keberhasilan guru. Jika para guru mau memulai kebiasaan ini, mereka akan mengembangkan keyakinan pribadi yang dalam perpustakaan internasional disebut teacher’s belief atau teacher’s theory sebagai antonym dari expert’s theory. Hanya dengan berkeyakinan seperti inilah, guru akan berdaya dan mampu menjawab berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh masalah masalah dalam kelas (Suherdi, 2007). Dan itulah muhasabah yang paling hakiki.

Inti dari muhasabah bagi guru adalah: ia memuhasabah dirinya. Pertama, pekerjaan wajibnya: mempersiapkan diri dengan matang, mengajar 24 jam perminggu, mengajar dengan efektif dan melakukan eveluasi terhadap peserta didik, kalau ia menemukan ada kekurangan pada pekerjaannya maka segera memperbaikinya tanpa diminta, berkonsultasi dan berdiskusi dengan atasan atau sejawat. Kedua, ia memuhasabahkan pekerjaan wajib yang tidak dilakukan. Dia selalu berfikir kenapa pekerjaan itu tidak bisa dilakukan. Dia belajar dari kegagalan itu, segera ia susul dengan taubat, istighfar, dan melakukan pekerjaan untuk mengantikan pekerjaan itu. 

Kemudian, ketiga, memuhasabah dirinya pada kelalaiannya. Diyakini, begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan guru dan ini sangat rentan dengan kelupaan, segera ia susul dengan dzikrullah dan menghadapkan dirinya kepada Allah dan berkomitmen untuk tidak mengulangi lagi. Keempat, ia muhasabah pada tutur katanya, amalan yang kakinya melangkah, apa yang dilakukan oleh kedua tangannya, apa yang didengar oleh kedua telinganya dan indra yang lain dalam proses pembelajaran.

Melakukan muhasabah harus dimulai dengan rasa keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT akan menghitung amal semua hamba-Nya. Jika amalannya baik, maka Allah SWT akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula. Inilah hakikat muhasabah.

Mari kita memuhasabahkan diri, agar pekerjaan kita menjadi lebih bermakna dan diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Mari! 

(Penulis adalah seorang pendidik di Madrasah)

Komentar